Peringatan Satu Abad Kelahiran Pramoedya  Ananta Toer: Menjangkarkan Pemberontakan!

Hadirin sekalian yang saya hormati. Hari ini kita berkumpul di sini untuk memperingati satu abad Pramoedya. Berarti sudah 100 tahun, Jejak Langkah Pramoedya di Bumi Manusia. Kisah panjang seorang maestro sastra dengan karya-karya pemberontakan. Menulis adalah kerja pemberontakan, begitu kira-kira kata Albert Camus dan, Pramoedya melakoni itu sepanjang hidupnya, baik dirinya sendiri maupun karya-karyanya.

Sejarah Pramoedya adalah sejarah pemberontakan. Lahir di ujung kekuasaan Belanda. Sepedanya pernah dirampas Jepang. Di penjara Belanda di Bukit Duri sewaktu Agresi Militer. Diterungku Orde Lama karena buku Hoakiau di Indonesia. Dibuang ke Pulau Buru semasa Orde Baru. Dan, menjadi saksi runtuhnya Soeharto yang di dongkel anak-anak muda.

Tokoh-tokoh fiksinya adalah pemberontak. Arok, Wiranggaleng, Minke, Hardo, Sama’an hingga Gadis Pantai adalah tipe-tipe pemberontak. Mereka berjuang demi cita-cita dan idealisme. Banyak di antara mereka yang kalah.  Perjuangan memang bukan berarti kemenangan, tapi mewujudkan apa yang diinginkan. Saya terkesan dengan “Di Tepi Kali Bekasi.” Dalam novel itu kaum miskin kota diangkat derajatnya sebagai tulang punggung kekuatan Republik menghadang Agresi Militer Belanda. Epos ini oleh Pramoedya disebut sebagai Revolusi Jiwa, dari jiwa jajahan menjadi jiwa merdeka.

Apa yang juga penting dari karya Pramoedya adalah kelahiran kembali  Nusantara. Arus Balik memperlihatkan kepada kita tentang proses bangsa ini untuk menjadi modern. Semua itu terjadi pada era Majapahit. Proses itu terhenti setelah Majapahit runtuh. Melihat dari sebab keruntuhan Majapahit, selain karena masalah politik, penyebab lain yang tak kalah penting adalah berhentinya inovasi terhadap budaya unggul yang pernah diserap. Pada periode awal, Majapahit begitu gigih melakukan pembaharuan sehingga bisa mengembangkan teknologi perkapalan dan persenjataan. Tetapi perkembangan ini terputus di tengah jalan, tak mampu melaju pada proses Revolusi Industri sebagaimana di Inggris. 

Eropa sendiri yang awalnya lebih terbelakang bila dibandingkan Nusantara dan Tiongkok, pelan-pelan menyusul dan bahkan kemudian melakukan lompatan jauh ke depan. Mereka berkembang pesat dalam inovasi teknologi dan ilmu pengetahuan. Setelah mesin uap ditemukan, Eropa tak terbendung lagi. Saat negeri-negeri di Asia terpuruk, Eropa tampil sebagai imperium baru. Mereka awalnya menyerap budaya unggul dari Asia, kemudian terus menerus mengembangkannya, dan tumbuh menjadi negara maju seperti sekarang.

Pasca renaissance (kelahiran kembali atau kebangkitan kembali), Eropa melakukan revolusi pemikiran. Mereka membuka cakrawala pemikiran seluas mungkin. Rasionalisme dijunjung tinggi. Zaman renaissance menandai periode otonomi dan kedaulatan berpikir, melakukan eksplorasi gagasan, kebebasan eksperimen dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmu pengetahuan [Loren, 2005:954]. Saat itulah budaya unggul yang pernah ada dari berbagai belahan dunia yang merentang dari Yunani sampai Tiongkok, diambil oleh Eropa untuk kemudian dikembangkan. Ada dua titik kunci disana: kebebasan berpikir dan eksperimen. Itulah keunggulan mereka. Bahwa kemudian keunggulan tersebut digunakan untuk menaklukkan bangsa lain dalam wujud imperialisme dan kolonialisme, itu yang harus dibuang. 

Pasca Perang Dunia II, keunggulan Eropa pasca renaissance mulai diikuti oleh negara-negara di Asia, terutama Jepang dan Tiongkok. Jepang yang luluh lantak pasca bom atom di Hiroshima dan Nagasaki bisa bangkit kembali melalui proses renaissance. Pertama tama mereka menerjemahkan semua buku asing ke dalam bahasa Jepang. Lewat penerjemahan ini mereka kemudian mempelajari berbagai gagasan modernisasi dari manapun. Kunci kebangkitan Jepang sama: kebebasan berpikir dan eksperimen. Lewat itu Jepang tumbuh menjadi negara maju. Pun, Tiongkok. Sempat terseok-seok pada era Mao yang masih harus fokus pada konsolidasi politik pasca revolusi, Tiongkok sekarang bisa tumbuh menjadi negara modern terbesar di dunia. Mereka mulai menyalip Jepang, Eropa dan Amerika. Lewat inovasi yang luar biasa, saat ini, barang-barang made in Tiongkok hampir ada disemua rak-rak toko berbagai negara, dari mainan sampai produk industri tinggi. Proses inilah yang terseok-seok di Indonesia. Apa mau dikata, kita perlu membangkitkan kembali proses renaissance itu. Dengan begitu arus bergerak kembali dari Selatan ke Utara.

Di luar tokoh-tokoh fiksinya, Pramoedya adalah pemberontak yang keras kepala. Dialah yang berada di garis depan melawan humanisme universal. Sebagai anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat, dia teguh memperjuangkan Realisme Sosialis. Di lingkaran PKI sendiri, Pramoedya memberontak terhadap keputusan partai untuk menjalankan aksi sepihak. 

Kita memperingati perlawanan itu. Mungkin sekarang perlawanan itu padam. Organisasi massa tak berdaya menghadapi dinamika politik. Lumpuh. Lemas. Loyo. Oleh karena itu, kita butuh Pramoedya untuk kembali menyalakan api perlawanan. Seperti kata Hardo, tokoh dalam Perburuan,  “Sesungguhnya kita harus bebas dari satu-satunya ikatan, mendaki ke atas.”

Salah satu kekurangan kita hari ini adalah persatuan. Dalam hal ini, kita lama memunggungi Pramoedya. Kita masih sering terjebak dalam ego sektoral dan ego eksistensial. Padahal, dalam karya-karyanya Pramoedya menekankan pentingnya persatuan. Dalam Arok Dedes, Pramoedya menyebut empat kaki nandi. Sebuah perjuangan membutuhkan empat kaki nandi: uang, senjata, ideologi dan front persatuan. Sementara, kita lebih suka terpecah-pecah dan jalan sendiri-sendiri. 

Hari ini kita berkumpul dalam acara seabad Pramoedya bukan sekadar untuk bernostalgia tentang sosok sastrawan kelahiran Blora. Kita berkumpul untuk mengambil kembali keberanian Pramoedya dalam menghadapi segala bentuk penindasan. Kita berkumpul untuk menggali kembali semangat Sang Pemula. Kita bertemu saat ini untuk menjangkarkan api pemberontakan Pramoedya dalam diri kita.

Sekian. Terima kasih.

Jakarta, 8 Februari 2025

Dika Mohammad adalah Sekretaris Nasional Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI)

Disampaikan dalam Acara Peringatan Satu Abad Kelahiran Pramoedya Ananta Toer, Di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Sabtu, 8 Februari 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top