PERNYATAAN SIKAP KPR ATAS AKSI PREMANISME TERHADAP WARGA REMPANG

Puluhan orang tak dikenal secara membabi-buta menyerang dua kampung di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (18/12/2024) dini hari sekitar pukul 00.50 WIB. Puluhan orang tersebut menyerang warga menggunakan berbagai senjata tajam, mereka diduga adalah bagian dari PT Makmur Elok Graha (MEG). Selain melakukan penyerangan terhadap warga dan merusak posko, mereka juga melakukan perusakan terhadap properti milik warga, diantaranya satu mobil dan belasan motor yang ada di lokasi. 

Data sementara yang berhasil dihimpun oleh rekan-rekan yang berkorespondensi dengan jaringan di lapangan, setidaknya ada delapan warga yang mengalami luka dan telah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Kondisi mereka pasca kejadian itu, empat orang mengalami luka sobek di bagian kepala; satu orang luka berat; satu warga terkena panah; satu warga mengalami patah tangan; dan satu warga luka ringan.

Kami dari Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) menyayangkan dan mengecam tindakan premanisme yang terjadi di rempang. Kami melihat kasus ini merupakan kasus yang sistematis dan struktural, bukan sesuatu yang parsial, karena penyebab terbesarnya adalah pemaksaan Program Strategis Nasional (PSN) di Rempang oleh pemerintah. Bahkan penyerangan tersebut merupakan salah satu bentuk intimidasi terhadap warga yang masih menolak PSN. Salah satu indikasinya bisa dilihat bagaimana pembiaran dan begitu pasifnya aparat kepolisian atas penyerangan tersebut. Sementara, ketika penyerangan itu terjadi, ada polisi di Tempat Kejadian Perkara (TKP), tapi mereka hanya membiarkan saja. 

Selain itu, yang menjadi catatan bagi KPR, bahwa pola-pola premanisme ini tidak hanya terjadi di Rempang. Paling tidak, sejak Prabowo menjabat sebagai presiden, telah terjadi aksi-aksi serupa. Diantaranya, ada di Kalimantan Timur, Samarinda, serangan terhadap warga yang menolak pertambangan, dan itu berujung pada penyerangan dan kekerasan fisik; Terjadi kekerasan terhadap dua warga Papua, mereka diserang oleh kelompok-kelompok sipil yang berujung intimidasi dan potensi kekerasan secara fisik karena mereka menolak proyek food estate di Merauke. Kelompok-kelompok masyarakat sipil yang melakukan intimidasi bahkan kekerasan terhadap warga di daerah-daerah konflik ini bukanlah peristiwa yang baru dan sporadis. Karena pola-pola memobilisasi kelompok masyarakat sipil oleh negara, dalam melakukan kekerasan untuk memuluskan program-programnya pernah terjadi di Orde Baru, dengan nama Pam Swakarsa. Kalau ini merupakan simptom serupa, jelas ini  ancaman nyata terhadap demokrasi di Indonesia. 

Konflik di Rempang, lebih jauh merupakan permasalahan agraria yang lebih luas di Indonesia. Ketidakjelasan status kepemilikan tanah, lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat adat, dominasi kepentingan bisnis yang abai terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan, tidak seriusnya pemerintah dalam melaksanakan landreform merupakan bahan bakar atas konflik-konflik yang terus berulang. 

Atas kejadian yang berulang ini, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) bersolidaritas kepada warga di Rempang yang menjadi korban dan, kami juga menyerukan:

  1. Presiden Prabowo dan DPR RI untuk memastikan perlindungan kepada masyarakat adat dan tempatan Rempang atas wilayah adatnya. Sekaligus dengan tegas membatalkan seluruh rencana pengembangan PSN Tempang Eco-city.
  2. Kapolri untuk memerintahkan jajarannya melakukan penegakan hukum secara serius dan tegas atas seluruh peristiwa intimidasi dan kekerasan yang dilakukan kepada masyarakat Rempang.
  3. Komnas HAM mengawasi dan bertindak tegas atas rentetan pelanggaran  HAM yng terjadi di Rempang, sekaligus mengkoordinasikan dan memastikan skema-skema perlindungan kepada seluruh masyarakat adat dan di Rempang. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top