Sebanyak 11 orang Masyarakat Adat Sangaji ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat gabungan saat melakukan aksi damai menolak operasi tambang nikel milik PT. Position, anak perusahaan dari Harum Energi, yang beroperasi di atas tanah adat mereka. Penangkapan ini terjadi pada Minggu, 18 Mei 2025, di lokasi konsesi perusahaan yang sejak lama dipersoalkan warga karena mengancam ruang hidup dan keberlanjutan wilayah adat mereka. Saat ini, 11 warga tersebut ditahan di Polda Maluku Utara.
Kronologi Lengkap Kejadian: Pada Kamis, 15 Mei 2025, sekitar pukul 11.00 WIT, warga Adat Sangaji bergerak dari kampung menuju kawasan hutan dan kebun yang menjadi bagian dari wilayah adat mereka. Mereka tiba di lokasi pada sore hari dan mendirikan tenda untuk berkemah sebagai bentuk penjagaan dan klaim atas wilayah mereka. Keesokan harinya, Jumat, 16 Mei 2025, sekitar pukul 09.00 WIT, warga melanjutkan perjalanan menuju area konsesi PT. Position. Mereka kembali membangun tenda di sekitar lokasi tersebut. Setibanya di sana, warga mendapati bahwa area tersebut sudah dijaga ketat oleh aparat gabungan yang terdiri dari intel, polisi, tentara, serta petugas keamanan perusahaan.
Pada sore hari, warga melihat aktivitas operasional perusahaan masih berlangsung. Mereka segera meminta kepada pekerja dan petugas keamanan agar menghentikan kegiatan tersebut, karena wilayah tersebut merupakan tanah ulayat Masyarakat Adat Sangaji yang belum pernah dilepaskan atau diserahkan kepada pihak manapun.
Selama berkemah dari tanggal 16 hingga 17 Mei, warga mengalami intimidasi berulang. Aparat mendatangi mereka sebanyak lima kali, dan bahkan terdengar suara tembakan saat warga sedang dalam perjalanan menuju lokasi pada hari Jumat. Puncak ketegangan terjadi pada Minggu, 18 Mei 2025, sekitar pukul 11.00 WIT, ketika warga menggelar aksi damai dengan membacakan tuntutan dan memasang bendera adat sebagai simbol kedaulatan atas tanah mereka. Aksi ini berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Namun sebelum pembacaan tuntutan selesai, sejumlah intel terlihat memberi kode, yang segera diikuti dengan tindakan represif oleh aparat gabungan.
Sebanyak 11 warga ditangkap secara paksa, tanpa alasan hukum yang sah. Mereka mengalami kekerasan fisik—dipukul dan diborgol menggunakan borgol besi serta borgol belalang. Perlu dicatat, warga tidak membawa senjata tajam selain parang, yang biasa digunakan untuk memotong kayu dan kebutuhan bertahan hidup di hutan. Tidak ditemukan panah atau pelontar panah dalam aksi tersebut.
Para korban kemudian dibawa ke Sofifi menggunakan lima mobil, masing-masing diisi oleh empat warga, satu intel, satu anggota tentara, dan dua petugas keamanan perusahaan. Dalam perjalanan, aparat melakukan pelecehan verbal terhadap perempuan, termasuk catcalling yang melecehkan martabat warga. Setibanya di pelabuhan Sofifi, speedboat telah disiapkan untuk membawa para warga ke Ternate. Mereka tiba pada pukul 19.00 WIT dan langsung dibawa ke kantor Ditreskrimum Polda Maluku Utara.
Tindakan aparat menangkap 11 warga tanpa dasar hukum yang jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan berekspresi, hak untuk berkumpul secara damai, dan hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka. Kekerasan, intimidasi, dan pelecehan yang menyertai proses penangkapan ini semakin mempertegas praktik impunitas dan kekerasan negara terhadap rakyat yang memperjuangkan wilayah hidupnya.
Lebih dari itu, praktik penangkapan sewenang-wenang ini bertentangan secara terang dengan Konstitusi Republik Indonesia, yang menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan pengakuan atas masyarakat hukum adat sebagaimana termuat dalam Pasal 28 dan Pasal 18B UUD 1945. Tindakan ini juga mencederai nilai-nilai demokrasi yang semestinya menjamin ruang aman bagi warga negara untuk menyampaikan pendapat dan memperjuangkan haknya secara damai.
Kami dari Kesatuan Perjuangan Rakyat mengutuk keras tindakan brutal dan sewenang-wenang aparat terhadap Masyarakat Adat Sangaji. Segera bebaskan 11 warga yang ditangkap tanpa syarat! Hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah dan kehidupannya!