Gebrak Desak Pembebasan Seluruh Tahanan Politik, Ini Murni Protes Rakyat, Bukan Kejahatan

Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025 — Di tengah menguatnya represi terhadap gerakan rakyat, Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mendatangi Polda Metro Jaya untuk menjenguk sekaligus menunjukkan solidaritas kepada para tahanan politik yang ditangkap usai demonstrasi besar menolak kebijakan pemerintah pada akhir Agustus lalu.

Kunjungan tersebut dilakukan oleh perwakilan dari unsur buruh, petani, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil (NGO). Mereka datang bergantian untuk memastikan kondisi para tahanan sekaligus menegaskan bahwa perjuangan menuntut keadilan sosial tak berhenti meski sejumlah aktivis kini berada di balik jeruji.

Berdasarkan data per 6 Oktober 2025, terdapat 63 orang tahanan politik yang masih ditahan di Polda Metro Jaya. Mereka merupakan bagian dari puluhan aktivis yang ditangkap dan dijadikan tersangka secara sewenang-wenang setelah aksi demonstrasi pada 25–31 Agustus. Dari jumlah tersebut, lima orang yang dijenguk langsung oleh perwakilan Gebrak adalah Sahdan, Khariq Anhar, Mujaffar, Wawan, dan Delpedro.

Menurut keterangan pengunjung, kondisi mereka relatif sehat dan tetap bersemangat. Bahkan, salah satu tahanan menyampaikan rencana pembentukan “Serikat Tahanan Politik” sebagai wadah solidaritas bagi mereka yang mengalami kriminalisasi di berbagai daerah.

“Kami mendesak kepolisian dan presiden agar segera membebaskan kawan-kawan aktivis yang ditahan sejak Agustus lalu,” ujar Sunarno dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Ia menilai penangkapan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Ini murni protes rakyat. Mayoritas rakyat menolak kenaikan pajak dan berbagai kebijakan yang memberatkan. Kami akan terus mengawal proses ini, tapi harapan kami seharusnya mereka dibebaskan tanpa syarat.”

Nada serupa disampaikan Dwi Kartika dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Ia menilai kriminalisasi terhadap warga yang bersuara kritis adalah bentuk kemunduran demokrasi. “Kami di luar akan terus menyuarakan desakan publik agar kawan-kawan yang ditahan dibebaskan,” ujarnya. “Seharusnya pemerintah bersyukur karena generasi muda masih peduli dan memperjuangkan hak-hak rakyat tertindas. Pemikiran kritis justru tanda cinta tanah air, bukan ancaman bagi negara.”

Sementara itu, Herman dari Badan Pekerja Nasional Kesatuan Perjuangan Rakyat (BPN KPR) menegaskan bahwa negara telah gagal memahami substansi gerakan rakyat. “Kawan-kawan di dalam bukan kriminal. Mereka rakyat biasa yang kecewa melihat betapa bobroknya negara ini dijalankan,” katanya. “Pembebasan tanpa syarat seharusnya segera dilakukan. Siapa yang tidak marah melihat kondisi negeri seperti ini? Kami menyerukan solidaritas luas dari rakyat untuk membebaskan mereka yang ditahan karena menyampaikan pendapat.”

Dari kalangan mahasiswa, Toni dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) menilai penangkapan terhadap para aktivis menunjukkan arah politik negara yang semakin otoriter. “Penangkapan dan penetapan sewenang-wenang terhadap kawan-kawan kami hanyalah tanda bahwa negara ini makin otoriter,” ujarnya. “Alih-alih menimbulkan ketakutan, teror justru menyadarkan dan memperkuat perlawanan. Gagasan pembentukan ‘serikat tahanan’ muncul karena kesadaran bahwa kriminalisasi ini tidak berdiri sendiri. Bila pemerintah tak segera membebaskan mereka, represi ini justru akan menjadi bahan bakar bagi perlawanan yang lebih besar.”

Langkah Gebrak menjenguk para tahanan politik menjadi simbol bahwa perjuangan untuk keadilan sosial dan demokrasi masih menyala, bahkan di tengah represi. Di mata mereka, kriminalisasi terhadap gerakan rakyat hanyalah cerminan dari negara yang gagal mendengar suara rakyatnya, dan solidaritas rakyat, sekali lagi, menjadi benteng terakhir melawan ketidakadilan. 

Penulis: Beni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top