Penggusuran Warga Kepala Burung Sabah Balau

Rabu pagi, 12 Februari 2025, sekitar pukul 09.00 WIB, Pemerintah Provinsi Lampung bersama 1.200 personel gabungan aparat kepolisian dan Satpol PP telah melakukan penggusuran paksa terhadap puluhan bangunan yang didiami oleh sekitar 40 KK (kartu keluarga), padahal masyarakat terdampak telah menempati tanah dan bangunan tersebut selama berpuluh-puluh tahun. Berdasarkan keterangan warga terdampak, penggusuran sewenang-wenang tersebut dilakukan oleh Pemprov Lampung atas dasar penertiban lahan guna pembangunan komplek rumah dinas ASN, padahal Pemprov Lampung tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk melakukan penggusuran tersebut. 

Gugatan perkara nomor 18/Pdt.G/2023/PN Kla yang dilakukan oleh warga melalui kuasa hukumnya, yang kemudian dilakukan upaya hukum juga oleh pihak Pemprov Lampung dengan mengajukan gugatan balik/rekonvensi dinyatakan NO (niet ontvankelijke verklaard) atau tidak dapat diterima karena dinilai mengandung cacat formil oleh Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung Selatan, sehingga secara hukum, objek sengketa menjadi status quo. Berdasarkan putusan tersebut, Pemprov Lampung seharusnya tidak bisa mengeksekusi objek sengketa. Bahkan klaim Pemprov Lampung melalui SHP (sertifikat hak pakai) nomor 3 Sabah Balau tanggal 13 Mei 1997 seluas 42.490m2 ternyata tidak terdaftar di BPN Provinsi Lampung. 

Berdasarkan sejarah penguasaan lahan, warga setempat mendapatkan tanah dan bangunan dengan cara membeli, yang dibuktikan dengan kepemilikan SKT (Surat Keterangan Tanah). Masyarakat juga melakukan kewajibannya untuk membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), yang secara tidak langsung memberikan legalitas bahwa masyarakat diakui haknya secara hukum.

Akibat dari proses penggusuran yang dilakukan secara sewenang-wenang tersebut, satu warga yang berusaha mempertahankan rumahnya mengalami kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP sehingga harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan.

Sampai saat rilis ini dibuat, belasan KK dari masyarakat terdampak memutuskan untuk tetap tinggal dan bertahan di lokasi penggusuran. Mereka mengandalkan mushola sebagai tempat terakhir untuk berlindung dan berkumpul sementara. 

Maka, berdasarkan rilis yang telah dibuat ini, kami dari Koalisi Solidaritas Masyarakat Sabah Balau menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya yang ada di Bandar Lampung dan sekitarnya untuk bisa bersolidaritas dan terlibat dalam perjuangan mempertahankan ruang hidup masyarakat terdampak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top