Respon Efisiensi Anggaran, Mahasiswa di NTB Selenggarakan Diskusi 

Panasnya suasana publik mengenai kebijakan efisiensi APBN direspon juga di NTB. Puluhan mahasiswa dan aktivis berkumpul di Kafe Corner depan Kampus Universitas Muhammadiyah Mataram untuk berdiskusi. Selasa (18/2/2025) selepas Magrib penyelenggara merapikan kebutuhan diskusi dari pengeras suara hingga alat optik penampil. Diskusi dibuka setelah hadirin berkumpul dan duduk di sekitar tempat acara.

Diskusi bertema “Politik Anggaran dan Masa Depan Pendidikan di NTB” dengan menghadirkan pembicara berbagai latar belakang. Muslim Silaen dari BPN Kesatuan Perjuangan Rakyat, Yusril Izha M seorang aktivis media sosial, Ramli Ernanda dari  FITRA NTB, dan Ilham Handika dari Serikat Pekerja Kampus NTB. Diskusi ini dipandu oleh Zainul Majdi selaku moderator.

Diskusi dimulai dengan pemaparan Muslim Silaen. Dia menyampaikan bahwa pembahasan anggaran memiliki siklus tahunan. Mengutip informasi APBN Kementerian Keuangan tahun 2025, akan mengalami defisit sekitar Rp 616 Triliun. Di sisi lain, negara dihadapkan dengan hutang yang mencapai Rp 800 Triliun dan memasuki masa tenggat mencapai. 

Untuk menghadapi situasi itu, pemerintah menerapkan efisiensi APBN melalui Instruksi Presiden 1/2025 yang menargetkan Rp 306 Triliun. Dana efisiensi tersebut juga dialokasikan untuk program Makan Berizi Gratis dan pengadaan lembaga Danantara.

Berikutnya, Yusril Izha M menyampaikan  tentang masalah utama yang dihadapi pendidikan di NTB. Dia menyampaikan bahwa kebebasan dalam ruang pendidikan sering dibungkam dengan ancaman pengurangan nilai akademik. Di luar itu, kesetaraan distribusi pendidikan bagi seluruh masyarakat masih timpang. Akses yang berbasis meritokrasi untuk bisa mengenyam pendidikan di NTB tidak berjalan semestinya. Sehingga bisa dikatakan walaupun kurikulumnya bernama “Kurikulum Merdeka”, tetapi mahasiswanya tidak merdeka. 

Ramli Ernanda menyambung pemaparan Yusril dengan menjelaskan efisiensi APBN terhadap pendidikan di NTB. Anggaran di NTB berasal dari alokasi anggaran transfer ke daerah lewat dana alokasi umum. Pemerintah daerah mengalokasikan sekitar 26% untuk pendidikan dari total Rp 6 Triliun APBD.

Alokasi pendidikan tersebut memuat anggaran belanja hampir sekitar 60% untuk belanja pegawai. Dengan kebijakan terbaru rIsiko anggaran pendidikan akan berkurang. Di sisi lain, Makan Bergizi Gratis juga berpotensi untuk mengurangi alokasi anggaran pendidikan. 

Efisiensi dilakukan pemerintah seperti tidak terkontrol. Walaupun demikian, dana alokasi umum untuk pendidikan memang tidak terpangkas. Namun, saat ini di NTB masih memiliki kesenjangan akses pendidikan melihat aspek antara desa – kota, pulau lombok – sumbawa.

Sebagai pemapar pamungkas, Ilham Handika  mengulas politik gerakan dalam menginisiasi pendidikan bervisi kerakyatan. Sebelum pemaparan, Ilham membangkitkan semangat denga mengajak peserta diskusi memekikkan “Hidup rakyat, hidup buruh, dan hidup masyarakat tertindas.” 

Menurut Ilham, sistim pendidikan hari ini belum berpihak kepada rakyat. Sebagai contoh, pekerja kampus juga masih jauh dari kata sejahtera. Bahkan masih ada dosen yang menerima upah Rp 700.000/per bulan, sehingga sangat jauh dari kata layak. Dengan gaji rata-rata Rp 2,8 Juta, dosen dipaksa mencari penghasilan tambahan untuk menutupi kekurangannya. 

Tunjangan kinerja untuk dosen Kemendikti Saintek yang sudah dijanjikan 5 tahun lalu tak kunjung direalisasikan. Untuk menghadapi permasalahan itu, membentuk organisasi adalah suatu keniscayaan. Memang, tak ada perjuangan yang mudah, namun dengan berorganisasi atau berserikat tenaga pendidikan akan mempunyai kekuatan lebih dalam menyuarakan tuntutan kesejahteraanya. Ilham menutup paparan dengan mengutip lirik lagu “Berjuta kali turun aksi bagiku satu langkah pasti.”

Selesainya paparan dari 4 pembicara, moderator memberi sesi tanggapan ke peserta untuk menanggapi atau bertanya. Peserta diskusi merespon dengan memaparkan masalah efisiensi di bidang kesehatan seperti janji Presiden Prabowo untuk beasiswa di bidang kedokteran tetapi anggaran kesehatan di potong. 

Arah politik anggaran di pelaksanaan anggaran di bidang pendidikan rentan korupsi, rencana kampus diberi kesempatan untuk mengelola tambang. Kemudian juga konteks sistem kapitalisme mengelola kekuasaan anggaran dengan terkait pada aktivitas politik di daerah. Soal makanan bergizi akan dialokasikan dari pemangkasan sebesar Rp 71 Triliun. Peserta juga menyinggung tentang potensi mengelola pendidikan alternatif dengan skema local wisdom.

Umpan balik disampaikan narasumber dengan memaparkan bahwa [pendidikan dilaksanakan dengan logika politik anggaran masih jadi tantangan besar. Anggaran memiliki keterkaitan dengan kekuasaan politik. Sehingga akses pendidikan untuk semua masih jauh dari tujuan pendidikan diselenggarakan. Memulai dengan mencicil kemenangan-kemenangan kecil untuk menuju perubahan lebih sistematis. Merintis pendidikan-pendidikan alternatif untuk menjawab tantangan terdekat yang ada disekitar kita. 

Di akhir diskusi Handika dari SPK membacakan puisi “Engkau Mahasiswa Berbahaya”. Diskusi berjalan hampir dua setengah jam ditutup dengan foto bersama dan deklarasi untuk melakukan aksi turun kejalan merespon kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Prabowo-Gibran di NTB.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top